ETIKA BISNIS
BAB VIII
Hubungan perusahaan dengan
stakehoulder, lintas budaya dan pola hidup, audit sosial
1. Bentuk stakehoulder
Pengertian
stakeholder dalam konteks ini adalah tokoh – tokoh masyarakat baik formal
maupun informal, seperti pimpinan pemerintahan (lokal), tokoh agama, tokoh
adat, pimpinan organisasi social dan seseorang yang dianggap tokoh atau
pimpinan yang diakui dalam pranata social budaya atau suatu lembaga
(institusi), baik yang bersifat tradisional maupun modern.
Macam
– macam Stakeholder.
Berdasarkan
kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu,
stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu stakeholder
primer, sekunder dan stakeholder kunci.
a. Stakeholder Utama (Primer)
Stakeholder utama merupakan
stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu
kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama
dalam proses pengambilan keputusan.
b. Stakeholder Pendukung (Sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder)
adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung
terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian
(concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh
terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.
c. Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan
stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan
keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai
levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu keputusan
untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Yang termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
1.
Pemerintah
Kabupaten
2.
DPR
Kabupaten
3.
Dinas
yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
Bentuk dari stakeholder bisa kita
padukan dengan Bentuk kemitraan dengan komite sekolah, dunia usaha, dan dunia
industri (DUPI) dan Industri Lainnya
Bentuk kemitraan yang dapat dilakukan oleh tenaga
kependidikan dengan stakeholder antara lain berupa :
1. Kerjasama
dalam penggalangan dana pendidikan baik untuk kepentingan proses pembelajaran, pengadaan
bahan bacaan (buku), perbaikan mebeuler sekolah, alat administrasi sekolah,
rehabilitasi bengunan sekolah maupun peningkatan kualitas guru itu sendiri.
2. Kerjasama penyelenggaraan kegiatan pada momen hari – hari
besar nasional dan keagamaan.
3. Kerjasama
dengan sponsor perusahaan dalam rangka meningkatkan kualitas gizi anak sekolah,
seperti dengan perusahaan susu atau makanan sehat bagi anak – anak sekolah, dan
bentuk kemitraan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.
2. Stereotype, prejudice, stigma
sosial
Stereotype
adalah generalisasi yang tidak akurat yang didasarkan pada prejudice. Kita
semua memegang stereotype terhadap kelompok orang lain.
a. Contoh
dari Stereotype , ketika kita sudah beranggapan begitu pada suatu suku , maka
kita tidak akan menempatkan dia pada suatu posisi yang kita rasa gak
cocok.Sedangkan Prejudice adalah attitude yang bersifat bahaya dan didasarkan
pada generalisasi yang tidak akurat terhadap sekelompok orang berdasarkan warna
kulit, agama,sex, umur , dll. Berbahaya disini maksudnya attitude tersebut
bersifat negative.
b. Contoh
dari Prejudice misalnya kita menganggap setiap orang pada suku tertentu itu
malas, pelit , dan lain nya Stigma sosial adalah tidak diterimanya seseorang
pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang
ada. Stigma sosial sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok.
3. Mengapa
Perusahaan Harus Bertanggungjawab
Sebuah perusahaan dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan usahanya harus memperhatikan etika dan tanggung
jawab sosial. Adapun bentuk tanggung jawab sosial perusahaan seperti:
a. Tanggung jawab sosial kepada
konsumen
Tanggung jawab sosial perusahaan kepada konsumen tidak hanya
seputar masalah penyediaan produk atau jasa saja tetapi juga harus
memperhatikan aspek-aspek lain. Merujuk pendekatan utilitarian, maka perusahaan
harus menghasilkan produk atau jasa yang memiliki banyak manfaat kepada
masyarakat.
b. Tanggung jawab sosial kepada
karyawan
Perusahaan wajib memberikan rasa aman dan nyaman kepada
karyawannya, memperlakukan karyawan dengan adil. Selain itu, perusahaan juga
memberikan kesempatan dan fasilitas untuk pengembangan diri karyawan.
c. Tanggung jawab sosial kepada
kreditor
Misalnya pada saat perusahaan harus menyelesaikan kewajiban
atau utangnya namun ia sedang memiliki masalah keuangan maka perusahaan wajib
memberitahukan kepada kreditor.
d. Tanggung jawab kepada pemegang saham
Perusahaan juga bertanggung jawab kepada pemegang saham.
Sehingga dalam operasional nya, perusahaan juga harus memastikan keputusan yang
diambil juga untuk kepentingan pemegang saham.
e. Tanggung jawab sosial kepada
lingkungan
Tanggung jawab ini berkaitan dengan lingkungan, misal dengan
tidak membuang limbah sembarangan, mencegah polusi disekitar tempat usaha,
mencegah penggunaan bahan berbahaya. Jadi perusahaan diharapkan ramah terhadap
lingkungan.
f. Tanggung jawab sosial kepada
komunitas
Tanggung jawab sosial ini dapat dilakukan dengan cara
memberikan corporate social responsibility atau CSR. Memberikan bantuan seperti
sarana prasarana untuk pendidikan, kesehatan, infrastuktur atau hal lain yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
4. Komunitas Indonesia Dan Etika Bisnis
Indonesia memerlukan suatu bentuk
etika bisnis yang sangat spesifik dan sesuai dengan model Indonesia. Hal ini
dapat dipahami bahwa bila ditilik dari bentuknya, komunitas Indonesia,
komunitas elit dan komunitas rakyat.Bentuk-bentuk pola hidup komunitas di
Indonesia sangat bervariasi dari berburu, meramu sampai dengan industri jasa.
Dalam suatu kenyataan di komunitas Indonesia pernah terjadi
malapetaka di daerah Nabire, Papua. Bahwa komunitas Nabire mengkonsumsi sagu,
pisang, ubi dan dengan keadaan cuaca yang kemarau, tanah tidak dapat mendukung
pengolahan bagi tanaman ini. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk dapat
membantu komunitas tersebut. Dari gambaran ini, tampak bahwa tidak adanya rasa
empati bagi komunitas elit dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks yang demikian, maka
perusahaan dituntut untuk dapat memahami etika bisnis ketika berhubungan dengan
stakeholder diluar perusahaannya, seperti komunitas lokal atau kelompok sosial
yang berbeda pola hidup.
5. Dampak
tanggung jawab sosial perusahaan
Ke depan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan, apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan dampak positif
bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan
seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai
penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli
masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan
lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan,
maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih bermakna. Pada
dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam,
pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi
eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian
nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan
perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan
lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai
negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang
bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau
seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari
kegiatan perusahaan.
6. Mekanisme pengawasan tingkah laku
Mekanisme
Pengawasan Tingkah Laku Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan
sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan
kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang
dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan. Mekanisme pengawasan tersebut
berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan darimonitoring dan evaluasi yang
dilakukan sebelumnya.
Pengawasan
terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untukmenciptakan kinerja
karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya
perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai
peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya
perusahaan yang bersangkutan.
BAB IX
PERAN SISTEM PENGATURAN, GOOD GOVERNANCE
1. DEFINISI PENGATURAN
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, Peraturan adalah ketentuan yang mengikat warga
kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah
laku yang sesuai dan diterima: setiap warga masyarakat harus menaati aturan
yang berlaku; atau ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai
atau membandingkan sesuatu.
Dan
menurut Lydia Harlina Martono, Peraturan merupakan pedoman agar manusia hidup
tertib dan teratur. Jika tidak terdapat peraturan, manusia bisa bertindak
sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit diatur. Jadi definisi dari peraturan
adalah suatu perjanjian yang telah dibuat untuk kepentingan umum, tentang apa
saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
2. KARAKTERISTIK
GOOD GOVERNANCE
Menurut
UNDP, karakteristik pelaksanaan good governance yang meliputi :
a. a. Participation,
yaitu keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan
aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan
berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
b. Rule
of Law, yakni kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
c. Transparency,
karakteristik ini dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi
yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh
mereka yang membutuhkan.
d. Responsiveness,
lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholders.
e. Concensus
Orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
f. Equity,
setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan
dan keadilan.
g. Efficiency
and effectiveness, pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna
(efisien) dan berhasil guna (efektif).
h. Accountability,
pertanggunjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
i. Strategic
Vision, penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke
depan.
3. Commission of humam
HAM berurusan dengan dua hal.
Pertama, menyangkut hak dan kedua, mengenai manusia. Untuk menghubungkan
keduanya maka dalam perdebatan filosofis, HAM pertama-tama merupakan bagian
dari hak moral yang bersemayam dalam kemanusiaan seseorang. Hak moral adalah
hak yang didasarkan atas norma-norma dan nilai-nilai moral. Sehingga, sumber
langsung HAM adalah martabat luhur yang merupakan nilai yang melekat dalam diri
setiap manusia. Karena itu, secara harafiah, hak-hak asasi manusia berarti hak
yang dimiliki seseorang semata-mata karena ia seorang manusia (Donnelly dalam
Ceunfin, 2004: 6).
Kesadaran akan pentingnya hak-hak
semakin menguat seiring dengan kesadaran moral umat manusia yang juga makin
berkembang. Penghargaan dan pengakuan terhadap hak-hak, berhubungan erat dengan
penghayatan nilai-nilai, khususnya moral. Dalam hubungannya dengan HAM,
penghargaan tersebut merupakan suatu imperatif moral dan bukan soal belas kasih
dan keputusan pribadi (Ceunfin, 2004: xxi). Imperatif tersebut hadir ke
permukaan sebagai kebajikan manusia yang melahirkan keyakinan tentang adanya
hak-hak dasar yang tidak boleh dilanggar. Pelanggaran atau pengurangan hak-hak
tersebut akan mengurangi martabat manusia, sehingga untuk alasan apa pun
hak-hak tersebut tidak boleh dikurangi, dilanggar maupun diabaikan. Meskipun
seseorang melakukan perjanjian untuk menyerahkan atau mengurangi kebebasannya,
kontrak tersebut tidak akan dianggap sah dan esensi HAMnya tidak akan dikurangi
(Onaga & Manuel, 2004: 8).
4. Kaitannya dengan etika bisnis
Kode
Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business
Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance
(GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk
melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang
dilaksanakan atas nama perusahaan.
Beberapa
nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu
kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Namun
Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan
(action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah :
1. Informasi
rahasia
2. Benturan
kepentingan (conflict of interest)
BAB
X
MEMBERIKAN
CONTOH TENTANG PERILAKU BISNIS YANG MELANGGAR ETIKA
1. Korupsi
Korupsi
atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan
pribadi. Semua bentuk pemerintah pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan
korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya.
2. Pemalsuan
Pemalsuan
adalah proses pembuatan, beradaptasi, meniru atau benda, statistik, atau
dokumen-dokumen (lihat dokumen palsu), dengan maksud untuk menipu. Kejahatan
yang serupa dengan penipuan adalah kejahatan memperdaya yang lain, termasuk
melalui penggunaan benda yang diperoleh melalui pemalsuan.
3. Pembajakan
Piracy
atau pembajakan merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
berbagai macam aktivitas file sharing illegal, download illegal atau pemalsuan
yang berkaitan dengan internet. Internet piracy merupakan satu hal yang
berbahaya dan biasanya bersifat illegal dan bahkan cenderung tergolong aksi
kriminal.
4. Diskriminasi Gender
Bentuk ketidakadilan gender yang
merupakan akibat dari adanya sistem struktur sosial dimana salah satu jenis
kelamin menjadi korban. Hal ini terjadi dikarenakan adanya keyakinan serta
pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban sejarah manusia dalam berbagai
bentk cara yang menimpa kedua belah pihak.
5. Konflik Sosial
Konflik sosial adalah suatu proses sosial
yang terjadi antara dua pihak atau lebih, dimana salah satu pihak berupaya
untuk menyingkirkan pihak lainnya dengan cara menghancurkan atau membuatnya tak
berdaya.
Pada umumnya, konflik terjadi karena
adanya perbedaan (pendapat, ideologi, budaya, dan lainnya) di masyarakat yang
kemudian menimbulkan masalah dan belum ditemukan kesepakatan dalam
menyelesaikan masalah tersebut.
6. Masalah Polusi
Polusi udara sendiri
merupakan suatu kondisi dimana udara yang ada di sekitar ini dicemari oleh
bahan- bahan kimia, zat atau partikel yang bersifat negatif, atau bahan
biologis lainnya yang bersifat membahayakan manusia maupun makhluk
hidup lainnya. Polusi udara atau yang juga disebut sebagai pencemaran udara ini
seringkali mengakibatkan berbagai macam dampak yang merugikan, tidak hanya bagi
manusia saja, namun juga bagi mankhluk hidup lainnya dan bahkan planet Bumi pada
umumnya.
Penyebab
polusi udara ini pun dapat ditimbulkan melakui kegiatan atau aktivitas sehari-
hari. adapu beberapa hal yang menyebabkan polusi udara antara lain adalah: Asap
kendaraan, Asap pabrik, Asap rokok, Pembangkit listrik dan sebagainya.
Sebaiknya
dalam hal ini pemerintah ambil andil dalam masalah polusi khususnya di
Indonesia saat ini. Karena jika di diamkan maka masyarakat tidak akan bisa lagi
menghirup udara segar dan dapat juga menyebabkan sesak nafas dan kelainan
paru-paru. Hal ini pun dapat di tuntaskan apabila masyarakat peduli dan selalu
mengadakan sosialisasi rutin di lingkungan disekitarnya. Dengan cara menanam 1
pohon pun masyarakat sudah menolong dan membantu mengurangi polusi di
Indonesia. Pesan saya untuk masyarakat di indonesia adalah pintar-pintarlah menggunakan
kendaraan bermotor seperlunya, dan jangan lupa untuk menanam pohon agar kita
dapat terus menghirup udara segar dan terhindar dari penyakit yang dapat
tiba-tiba menyerang kita melalui polusi udara.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, A.,Sonny ,(1998).
Etika Bisnis dan Relevansinya. Yogyakarta, Penerbit Kanisius
Bartens, K. (2000).
Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta, Penerbit Kanisius.Ketut Rinjin, (2004).
Etika Bisnis dan Implementasinya, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
https://janetfuyuko.wordpress.com/2016/10/27/hubungan-perusahaan-dengan-stakehoulder-lintas-budaya-dan-pola-hidup-audit-sosial/