Secara
etimologis, oligopoli berarti beberapa penjual atau produsen. Pasar oligopoli
adalah suatu bentuk interksi permintaan dan penawaran ketika terdapat beberapa
penjual, biasanya antara 2 sampai dengan 10 penjual yang menguasai seluruh
permintaan pasar. Disebut oligopoli murni jika terdapat produk homogen dan
disebut oligopoli terdiferensiasi jika produknya mengalami perbedaan corak.
Ciri-ciri
pasar oligopoli, antara lain sebagai berikut :
- Terdapat beberapa penjual yang
menguasai pasar.
- Barang yang dijual dapat homogen dan
juga dapat terdiferensiasi
- Terdapat hambatan untuk keluar masuk
pasar
- Satu diantara produsen oligopoli
berperan sebagai Market Leader
- Adanya ketergantungan yang kuat antara
perusahaan/penjual
- Perusahaan/penjual oligopoli biasanya menggunakan
promosi melalui iklan
- Jumlah penjualnya sedikit (Oligo)
2. Monopoli dan Dimensi Etika
Bisnis
Etika
bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan
segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang
etik. Pasar monopoli harus memiliki etika dalam berbisnis yang baik kepada para
pembeli untuk menjual barang tersebut dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat yang berekonomi rendah dan pengusaha pendatang baru diberikan
kesempatan untuk masuk kedalam pasar.
Dari
sisi etika bisnis, pasar monopoli dianggap kurang baik dalam mencapai
nilai-nilai moral karena pasar monopoli tak teregulasi dan tidak mampu mencapai
ketiga nilai keadilan yaitu kapitalis, efisiensi ekonomi dan juga tidak
menghargai hak-hak negatif yang dicapai dalam persaingan sempurna.
3. Etika di Dalam Pasar Kompetitif
Disebut
Pasar Kompetitif sempurna apabila jumlah pembeli dan penjual dari komoditi yang
identik sedemikian banyaknya sehingga pembeli dan penjual individu tidak mampu (bertindak
seolah-olah dia mampu) mempengaruhi harga komoditi itu. Dalam pasar kompetitif
sempurna, masuk kedalam dan keluar dari pasar sangatlah mudah, terdapat
informasi yang lengkap mengenai harga dan jumlah dan tidak ada campur tangan terhadap
bekernya melanisme pasar.
1. Adanya
optimasi manfaat barang oleh pembeli dan penjual. Dapat diartikan sebagai
pertemuan antara kebutuhan pembeli dengan penawaran barang oleh penjual.
Bertemunya dua hal ini, menjadikan barang yang ditransaksikan membawa manfaat,
dan menghilangkan kemubadziran dan kesia-siaan.
2. Pasar
harus dalam kondisi ekuiblirium. Teori ekonomi mengenal ekuiblirium sebagai
titik pertemuan antara demand dan supply. ekuiblirium diartikan sebagai titik
pertemuan persamaan hak antara pembeli dan penjual. Hak yang seperti apa Hak
pembeli untuk mendapatkan barang dan hak penjual untuk mendapatkan uang yang
sepantasnya dari barang yang dijualnya. Dalam konteks hak ini,
kewajiban-kewajiban masing-masing pihak harus terpenuhi terlebih dahulu,
kewajiban bagi penjual untuk membuat produk yang berkualitas dan bermanfaat dan
bagi pembeli untuk membayar uang yang sepantasnya sebagai pengganti harga
barang yang dibelinya.
Etika-etika
bisnis harus dipegang dan diaplikasikan secara nyata oleh pelaku pasar. Selain
itu, setiap negara telah mempersiapkan SDM yang berkualitas yang siap
berkompetisi. Mereka
4. Kompentisi Pada Pasar Ekonomi
Global
Kompetisi
global merupakan bertuk persaingan yang mengglobal, yang melibatkan beberapa
Negara. Dalam persaingan itu, maka dibutuhkan trik dan strategi serta teknologi
untuk bisa bersaing dengan Negara-negara lainnya. Disamping itu kekuatan modal
dan stabilitas nasional memberikan pengaruh yang tinggi dalam persaingan itu.
Dalam persaingan ini tentunya Negara-negara maju sangat berpotensi dalam dan
berpeluang sangat besar untuk selalu bisa eksis dalam persaingan itu. Hal ini
disebabkan karena :
1. Teknologi yang dimiliki jauh lebih
baik dari Negara-negara berkembang.
2. Kemampuan modal yang memadai dalam
membiayai persaingan global sebagai wujud investasi mereka.
3. Memiliki masyarakat yang berbudaya
ilmiah atau IPTEK.
Alasan-alasan
di atas cenderung akan melemahkan Negara-negara yang sedang berkembang dimana
dari sisi teknologi, modal dan pengetahuan jauh lebih rendah. Bali sendiri
kalau kita lihat masih berada diposisi yang sulit, dimana perekonomian Bali
masih didominasi oleh orang-orang asing, misalnya hotel-hotel besar, dan juga
perusahaan-perusahaan besar lainnya.
Kompetisi
global juga menyebabkan menyempitnya lapangan pekerjaan, terutama masyarakat
lokal, karena kebanyakan pekerjaan dilakukan oleh teknologi, dan Negara-negara
maju menjadi pemasok kebutuhan-kebutuhan, sehingga kita cuma bisa menikmati
hasil yang sudah disuguhkan secara cantik yang sebenarnya merupakan ancaman
yang sangat besar bagi bangsa kita. Dilain sisi, lahan pertanian juga akan
semakin menyempit.
BAB VI
Perspektif Etika Bisnis Dalam Ajaran Islam
Dan Barat Etika Profesi
1. Beberapa Aspek Etika Bisnis dalam Islami
a. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah
kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan
keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik,
sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi
dan keteraturan yang menyeluruh.
b. Keseimbangan
(Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan
untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku
dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi
orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk
orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda
kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah
kepercayaan.
c. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam
nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan
kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan
bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala
potensi yang dimilikinya. Kecenderungan manusia untuk terus menerus
memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya
kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan
sedekah.
d. Tanggung jawab
(Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang
mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban
dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu
mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat
dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan
oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
e. Kebenaran: kebajikan dan
kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung
makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan
dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap
dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau
memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau
menetapkan keuntungan.
2. Teori Ethical Egoism
a. Etika Teleologi
Dari kata Yunani, telos =
tujuan, Mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai
dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan
itu.
Dua aliran etika teleologi :
- Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa
tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan
memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang
adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru
menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadihedonistis, yaitu ketika
kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai
kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
- Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang
berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika
membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu
dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme,
kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest
happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang
terbesar.
b. Deontologi
Istilah deontologi berasal dari
kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. ‘Mengapa perbuatan ini
baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab :
‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena
perbuatan kedua dilarang’ Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan
juga salah satu teori etika yang terpenting.
c. Teori
Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini
barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena
berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang
sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama.
Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
d. Teori
Keutamaan (Virtue)
Memandang sikap atau akhlak
seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur,
atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai
berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang
dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan :
- Kebijaksanaan
- Keadilan
- Suka
bekerja keras
- Hidup
yang baik
3.Teori Relativisme
Teori
ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban etika tergantung dari
situasinya. Dasar pemikiran ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk
menentukan perbuatan etis. Setiap individu menggunakan kriterianya masing-masing
dan berbeda setiap budaya atau negara.
4. Konsep Deontology
Deontologi
berasal dari kata deon yang berarti tugas atau kewajiban. Apabila sesuatu
dilakukan berdasarkan kewajiban, maka ia melepaskan sama sekali moralitas dari
konsekuensi perbuatannya. Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini
mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan
prinsip-prinsip universal, bukan “hasil” atau “konsekuensi” seperti yang ada
dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti
suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik. Dalam teori ini
terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar
dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau
diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari
teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi
seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang
adil, jujur, murah hati, dsb sebagai keseluruhan.
5. Pengertian Profesi
Definisi
yang sangat luas, profesi adalah sebuah pekerjaan yang secara khusus dipilih,
dilakukan dengan konsisten, kontinu ditekuni, sehingga orang bisa menyebut
kalau dia memang berprofesi di bidang tersebut. Definisi lebih sempit, profesi
adalah pekerjaan yang ditandai oleh pendidikan dan keterampilan khusus.
Sedangkan definisi yang lebih khusus lagi, profesi ditandai oleh tiga unsur
penting yaitu pekerjaan, pendidikan atau keterampilan khusus, dan adanya
komitmen moral/nilai-nilai etis.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia: “Profesi : bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (ketrampilan, kejujuran, dan sebagainya
tertentu.” Menurut Sonny Keraf (1998) : “Profesi adalah pekerjaan yang
dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan
tinggi dan dengan melibatkan pribadi (moral) yang mendalam.”
6. Kode Etik
Definisi kode etik yaitu
suatu pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis ketika melakukan suatu
kegiatan / suatu pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan / tata cara sebagai
pedoman berperilaku.
Pengertian kode etik yang
lainnya yaitu, merupakan suatu bentuk aturan yang tertulis, yang secara
sistematik dengan sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada
& ketika dibutuhkan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi
berbagai macam tindakan yang secara umum dinilai menyimpang dari kode etik
tersebut.
Tujuan kode etik yaitu
supaya profesional memberikan jasa yang sebaik-baiknya kepada para pemakai atau
para nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan dari yang
tidak profesional.
7. Prinsip Etika Profesi
Prinsip-prinsip etika profesi. Tuntutan
profesional sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing
profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku
untuk suatu profesi. Di sini akan dikemukakan empat prinsip etika profesi yang
paling kurang berlaku untuk semua profesi pada umumnya. Tentu saja
prinsip-prinsip ini sangat minimal sifatnya, karena prinsip-prinsip etika pada
umumnya yang paling berlaku bagi semua orang, juga berlaku bagi kaum
profesional sejauh mereka adalah manusia.
a. Prinsip Tanggung Jawab.
Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi
kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang
yang bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak
hanya diharapkan melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya
untuk bekerja sebaik mungkin dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil
yang maksimum dan dengan moto yang terbaik. Ia bertanggung jawab menjalankan
pekerjaannya sebaik mungkin dan dengan hasil yang memuaskan dengan kata lain.
b. Prinsip Keadilan
Prinsip ini terutama
menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak
merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang
dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut agar
dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan
diskriminasi terhadap siapapun termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa
profesionalnya .
c. Prinsip Otonomi
Ini lebih merupakan prinsip
yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi
kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan
kensekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum profesional
ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut
campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini terutama ditujukan kepada
pihak pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus menghargai otonomi profesi yang
bersangkutan dan karena itu tidak boleh mencampuri urusan pelaksanaan profesi
tersebut. Otonomi ini juga penting agar kaum profesional itu bisa secara bebas
mengembangkan profesinya, bisa melakukan inovasi, dan kreasi tertentu yang
kiranya berguna bagi perkembangan profesi itu dan kepentingan masyarakat luas.
d. Prinsip Integritas Moral
Berdasarkan hakikat dan
ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah
juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia mempunyai
komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan juga
kepentingan orang lain dan masyarakat.
BAB
VII
PENGERTIAN
BUDAYA ORGANISASI DAN PERUSAHAAN, HUBUNGAN BUDAYA DAN ETIKA, KENDALA DALAM
MEWUJUDKAN KINERJA BISNIS ETIS
1. Karakteristik Budaya Organisasi
a. Inovasi dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan
diharapkan didorong untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
b. Perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan
menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
c. Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada
hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
d. Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan
manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di
dalam organisasi.
e. Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja
diorganisasi pada tim ketimbang individu-individu.
f. Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif
ketimbang santai.
g. Stabilitas yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan
dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
2. Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat
penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas tingkah laku
individu yang ada didalamnya.
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya
organisasi sebagai berikut :
a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang
lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi
itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku karyawan.
3. Pedoman Tingkah Laku
Pedoman ini memuat kumpulan komitmen-komitmen
yang terdiri dari etika bisnis dan etika
kerja anggota yang disusun sesuai dengan nilai-nilai inti serta sifat-sifat
kepemimpinan Perusahaan untuk mempengaruhi, membentuk, mengatur dan melakukan
kesesuaian tingkah laku sehingga tercapai keluaran yang konsisten yang sesuai
dengan budaya perusahaan dalam mencapai visi dan misi Perusahaan. COEC berlaku
untuk anggota, yang mencakup seluruh karyawan, Direksi dan Komisaris serta untuk dijalankan pula oleh seluruh
pemangku kepentingan.
4. Apresiasi Budaya
Istilah apresiasi berasal
dari bahasa inggris “apresiation”
yang berarti penghargaan,penilaian,pengertian. Bentuk itu berasal dari kata
kerja ” ti appreciate” yang berarti menghargai, menilai,mengerti dalam bahasa
indonesia menjadi mengapresiasi. Apresiasi budaya adalah kesanggupan untuk
menerima dan memberikan penghargaan, penilaian, pengertian terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
5. Hubungan Etika dan Budaya
Hubungan budaya dan etika dan kebudayaan itu
tidak dapat kisah pisahkan. kedua nya saling melekat dan saling melengkapi satu
dengan yang lainnya. Karena ketika suatu komunitas itu menciptakan batasan dan
aturan-aturan dalam etika tentu lah berdasarkan dari kebiasaan dan juga hukum
yang berlaku di tempat tersebut. Karena terkadang suatu etika itu tidak lah
berlaku sepanjang masa, tekadang terjadi pelapukan dan pemudaran nilai-nilai
etika.
Dan itu semua merupakan syarat untuk menciptakan
etika. Bagi manusia yang berbudaya, yang menjaga tata aturan hidup dari urusan
sopan dan tik sopan, layak dan tidak layak, maka perkara malu dan tidak malu,
pantas dan tidak pantas, nista atau mulia, merupakan perkara penting dan
sensitif, dan dijagadengan baik agar segenap tingkah lakunya tak tercemar dari
sudut etika tadi. Maka dari itu, jelaslah bahwa manusia itu membutuhkan
kebudayaan dan juga aturan-aturan etika agar bisa mengikuti perkembangan
zaman.Maka agar kebutuhan itu terpenuhi kita harus kreatif mencipta. Mungkin
mencipta etika, hanya sebagian, mungkin mencipta kebudayaan secara keseluruhan.
6. Pengaruh Etika Terhadap Budaya
Etika seseorang dan etika bisnis adalah satu
kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku antar individu
maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang akan
berpengaruh terhadap budaya perusahaan.
Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam
budayau perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan dan
akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam peningkatan kinerja karyawan.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara etika
seseorang dariu tingkatan manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan
keputusan. Kemampuan seorang profesional
untuk dapat mengerti dan pekau terhadap adanya masalah etika dalam profesinya
sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat dimana dia
berada. Budaya perusahaan memberikan
sumbangan yang sangat berartiu terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi
lebih baik jika mereka membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
7. Kendala Mewujudkan Kinerja Bisnis
a. Mentalitas para pelaku bisnis, terutama top management yang secara moral
rendah, sehingga berdampak pada seluruh kinerja Bisnis. Perilaku perusahaan
yang etis biasanya banyak bergantung pada kinerja top management, karena
kepatuhan pada aturan itu berjenjang dari mulai atas ke tingkat bawah.
b. Faktor budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan bisnis
sebagai profesi yang penuh dengan tipu muslihat dan keserakahan serta bekerja
mencari untung. Bisnis merupakan pekerjaan yang kotor. Pandangan tersebut
memperlihatkan bahwa masyarakat kita memiliki persepsi yang keliru tentang
profesi bisnis.
c. Faktor sistem politik dan sistem kekuasaan yang diterapkan oleh penguasa
sehingga menciptakan sistem ekonomi yang jauh dari nilai-nilai moral. Hal ini
dapat terlihat dalam bentuk KKN.
d. Kendala dalam mewujudkan
kinerja etis :
- Standar moral para pelaku
bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku
bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara
untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan
campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi
laporan keuangan.
- Banyak perusahaan yang
mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini
muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau
antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau
konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang
dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan
perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar
moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan
peraturan.
- Situasi politik dan ekonomi
yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh
banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu
sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi
pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya.
Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk
memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
- Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah
divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku
jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi
pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
- Belum ada organisasi
profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
SUMBER :
- Arifin, Imamul. 2007. Membuka
Cakrawala Ekonomi. Bandung: PT. Setia Purna Inves.
- Bertens, K. 2002. Pengantar
Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius.
- Hutabarat, Jemsly dan Martani
Huseini. 2006. Manajemen Strategik Kontemporer – Operasionalisasi Strategi.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, Gramedia.
- Rindjin, Ketut. 2004. Etika Bisnis Dan Implementasinya. Jakarta
: PT Gramedia Pustaka Utama.